Fikih
Pengertian
“Fikih”, secara bahasa, artinya ‘al-fahmu‘ (paham, mengerti). Allah berfirman,
قَالُوا يَا شُعَيْبُ مَا نَفْقَهُ كَثِيرًا مِمَّا تَقُولُ
“Kaum Madyan mengatakan, ‘Wahai Syu’aib, kami tidak memahami kebanyakan perkataan yang kamu ucapkan.’” (QS. Hud:91)
Allah juga berfirman,
تُسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالْأَرْضُ وَمَنْ فِيهِنَّ وَإِنْ مِنْ شَيْءٍ إِلَّا يُسَبِّحُ بِحَمْدِهِ وَلَكِنْ لَا تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ
“Langit yang tujuh, bumi, dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka.” (QS. Al-Isra’:44)
Kata “fikih” dalam ayat di atas bermakna ‘mengerti’ atau ‘memahami’.
Sedangkan, secara istilah, ulama fikih berbeda pendapat dalam masalah ini. Abu Hanifah mendefinisikan “fikih” dengan: pengenalan diri terhadap hak dan kewajibannya. (Al-Mantsur, 1:68)
Pengertian ini memiliki ruang lingkup yang sangat umum, mencakup berbagai permasalahan agama karena hak dan kewajiban makhluk termasuk dalam semua bagian syariat islam, meliputi: akidah, tauhid, ibadah, muamalah, akhlak, dan yang lainnya. Inilah yang dimaksud dengan “fikih akbar”. Fikih dengan definisi ini menjadi pegangan bagi para ulama yang sezaman dengan Abu Hanifah, karena pada saat itu, ilmu agama belum terbagi menjadi beberapa cabang ilmu tersendiri. Termasuk pula ilmu fikih, yang belum terpisah secara khusus dari ilmu yang lain. (Al-Fiqh Al-Islami, 1:15)
Sedangkan, pendapat lain menyatakan bahwa “fikih” adalah:
العلم بالأحكام الشرعية العملية المكتسب من أدلتها التفصيلية
“Ilmu tentang hukum syariat, terkait amal yang digali dari dalil-dalilnya secara terperinci.”
(At-Tamhid fi Takhrij Al-Furu’, hlm. 50 dan Al-Fiqh Al-Islami, 1:15)
Definisi di atas dapat dijelaskan secara lebih terperinci:
Ilmu tentang hukum syariat: selain ilmu syariat tidak tercakup dalam ilmu fikih, misalnya: ilmu yang bersumber dari logika atau ilmu yang berasal dari kebiasaan manusia.
Terkait amal: ilmu yang tidak membahas masalah amal tidak tercakup pembahasan ilmu fikih, seperti: ilmu akidah dan ilmu tauhid.
Digali: digali dan disimpulkan dengan ijtihad para ulama terhadap dalil-dalil Alquran dan As-Sunnah.
Dalil-dalilnya secara terperinci: meliputi Alquran, As-Sunnah, ijmak, dan kias. Berdasarkan pengertian ini, perkataan ulama yang tidak sesuai dengan dalil, tidak termasuk bagian dari ilmu fikih.
Sasaran ilmu fikih
Sasaran pembahasan ilmu fikih adalah af’al mukallaf (semua perbuatan yang menjadi beban kewajiban bagi hamba), baik berupa amalan (seperti: salat), meninggalkan suatu amalan (seperti: merampas), atau yang sifatnya pilihan (seperti: makan-minum). (Al-Fiqh Al-Islami, 1:16)
Keistimewaan ilmu fikih
Ada beberapa sisi keistimewaan ilmu fikih, di antaranya:
Sumbernya adalah wahyu. Inilah yang membedakan fikih dengan ilmu buatan manusia, seperti: ilmu filsafat dan yang lainnya
Mencakup semua tuntutan kehidupan. Ilmu fikih membahas segala hal yang menjadi tanggung jawab manusia yang terkait dengan amal, karena ilmu ini mengatur hubungan manusia dengan Penciptanya, dirinya sendiri, dan orang lain.
Wahana untuk memahami bagian yang dihalalkan dan diharamkan dalam syariat.
Sistematika pembahasan ilmu fikih
Para ulama ahli fikih dari berbagai mazhab telah menulis berbagai karya dalam bidang fikih menurut mazhab masing-masing. Namun, pada umumnya, mereka menggunakan sistematika yang sama. Para ulama membagi pembahasan ilmu fikih menjadi empat pembahasan, dengan urutan sebagai berikut:
Pertama : Fikih ibadah.
Pembahasan fikih ibadah mencakup enam bab:
Bab taharah; membahas segala amal yang terkait dengan tata cara bersuci dari najis dan hadas.
Bab salat; menjelaskan tata cara salat, dimulai dari takbiratul ihram sampai doa dan zikir setelah salat.
Bab zakat; kajiannya mencakup semua aturan zakat yang wajib, seperti zakat mal atau zakat fitri.
Bab puasa; mengkaji tentang adab dan aturan dalam berpuasa.
Bab haji; mengupas tentang fikih haji dan umrah.
Bab jihad; mengkaji tentang adab dan aturan jihad, pengaturan tawanan, harta rampasan perang, dan yang lainnya.
Kedua: Fikih muamalah dan perekonomian dalam Islam. Bagian ini membahas tentang berbagai aturan dalam muamalah dan perdagangan dalam Islam.
Ketiga: Hukum-hukum terkait keluarga. Fikih keluarga membahas tentang aturan sejak sebelum menikah (seperti aturan melamar, melihat calon istri/suami), hingga aturan dalam rumah tangga.
Keempat: Fikih qadha’, jinayat, dan hudud. Pada bagian ini, dikaji tentang permasalahan kehakiman, pelanggaran hak antar-sesama manusia, hukum kriminalitas, dan segala hal yang terkait dengan pengadilan. (Fikih Jinayat, hlm. 3)
*****
Referensi:
Al-Mantsur fi Al-Qawaid. Az-Zarkasyi. Wizarah Al-Auqaf wa Asy-Syu’un Al-Islam. Kuwait. 1405 H.
Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuha, Dr. Wahbah Zuhaili, Dar Al-Fikr.
At-Tamhid fi Takhrij Al-Furu’ ‘ala Al-Ushul. Abdurrahim Al-Asnawi. Muassasah Ar-Risalah. B
Belum ada tanggapan untuk "Fikih"
Posting Komentar